Di Pura Taman Beji Sulangai, Ada Obat Cacar dan Sakit Mata

 01 November 2019    Dibaca: 364 Pengunjung

Di Pura Taman Beji Sulangai, Ada Obat Cacar dan Sakit Mata

Pura Taman Beji Sulangai menjadi satu kesatuan dengan Pura Sulangai, namun lokasinya terpisah. Di pura yang ada sumber mata air yang tak pernah kering ini, juga menjadi tempat umat memohon obat.

Lokasi Pura Taman Beji yang menjadi tempat pasucian kala piodalan Pura Sulangai ini, tidak terlalu jauh dari lokasi Pura Sulangai. Tempatnya di Jalan Taman Beji, Banjar Gunung, Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Badung. Untuk menuju pura, medan yang ditempuh jalannya tidaklah mulus. Harus menapaki belasan  anak tangga, kemudian susuri jalan tanah dan  disampingnya terdapat telabah (sungai kecil). Sebaiknya jika pertama kali ke sini berhati-hari karena banyak ada biawak, yang bisa saja bikin kaget hingga konsentrasi buyar dan terpeleset.

“Kalau saat piodalan musim hujan, sungai dekat pura bisa meluap dan  agak susah melintas  menuju pura ,” ujar pemangku Pura Taman Beji, Jro Mangku Istri Ni Nyoman Rasti, 68, kepada Bali Express (Jawa Pos Group) awal pekan ini.

Jika menuju pura ada sebuah sungai. Saat musim kering pun aliran airnya cukup deras dengan bebatuan besar. Namun, ada sebuah jembatan kecil untuk menyeberang menuju tegalan (ladang) kering yang kini menjadi jalan alternatif, setelah tidak difungsikan menjadi sawah lagi.

Sebelumnya menurut Jro Mangku Istri Ni Nyoman Rasti, jalan menuju pura harus melintasi sungai sehingga kamben bisa sampai basah ketika proses pasucian Ida Batara dari Pura Sulangai.
Setelah melintasi sungai, maka akan melewati ladang kering penuh ilalang yang baru kemudian sampai di sebuah pura kecil yang terdapat sebuah palinggih dengan patung pedanda.
Palinggih stana Dewa Wisnu ini berdiri di sebelah kelebutan (sumber mata air). "Airnya  tidak terlalu besar, namun mata air tersebut tidak pernah kering. Bahkan, sering kali ada warga mencari air karena airnya  bisa diminum langsung,” terang  I Made Rasta, 72, pensiunan guru ini.

Pancuran, lanjutnya, dibuat oleh pangempon untuk mengalirkan air. Jro Mangku Istri Ni Nyoman Rasti menjelaskan kalau air dari mata air di Pura Taman Beji dipercaya bisa menyembuhkan sakit mata dan juga cacar. Biasanya orang yang nunas (mohon) kesembuhan akan membawa canang . “Padahal kena cacar  kan tidak boleh kena air, tetapi ini air dari kelebutan bisa dipakai untuk obat penyembuhannya,” beber mangku yang memiliki tiga anak ini.
Namun diakuinya, medan yang jauh dan berat membuat orang semakin enggan untuk datang. Apalagi sekarang sudah ada dokter yang jauh lebih mudah diakses.

Dikatakannya, sering juga orang datang untuk malukat ke Pura Taman Beji Sulangai. Biasanya karena hasil dari nunas baos (bertanya ke balian). Mereka membawa banten sesuai pwtunjuk tokoh spiritual.

Keberadaannya yang jauh dari pemukiman dan dekat dengan sungai, membuat pura ini punya keunikan tersendiri. Konon ada rencang (sosok gaib) berupa burung Keker. Burung ini berukuran sebesar ayam jago. Sering terlihat ketika piodalan di Pura Sulangai, pada Anggara Kasih Prangbakat.

Tidak hanya itu, suasana pura ini pun lumayan seram jika datang sendiri, karena ada wong samar (makhluk tak kasat mata) di kawasan ini. I Made Rasta menceritakan ada seseorang yang menangkap landak besar di dekat pura, dan  dipelihara hingga jinak. Namun anehnya, si pemilik tidak bisa tidur selama memelihara landak itu. "Akhirnya dia memilih melepaskan landak tersebut, dan semenjak itu baru bisa tidur nyenyak,” ungkap I Made Rasta yang juga menjadi panglingsir Pura Sulangai ini.

Jika memancing di sungai dekat Pura Taman Beji Sulangai, lanjutnya, diharapkan pemancing tidak berkata kotor, karena tidak akan dapat ikan. Dan, kejadian seperti itu sudah terbukti. Bila biasa saja tak berlaku aneh, ikan tak sulit didapat.

Sebagai pura yang mempunyai daya magis niskala, setiap Purnama, Tilem dan Kajeng Kliwon serta Anggara Kliwon, penduduk yang rumahnya dekat Pura Taman Beji mempersembahkan segehan ke pura. Segehan yang dipersembahkan mulai dari manca warna (lima warna), putih-kuning dan hitam-putih untuk diletakkan di bawah palinggih. Sedangkan di pancoran, segehan dengan nasi berwarna hitam. “Wajib kami sediakan segehan tersebut untuk hari-hari penting itu,” pungkas Jro Mangku Istri Ni Nyoman Rasti. (sumber : baliexpress.jawapos.com)

TAGS :